"Ini, Ci."
Sahabatku menyodorkan selembar brosur putih biru dengan gambar logo calon kampusnya. Ia beruntung bisa masuk dengan cukup mudah, hanya dengan modal selembar surat keterangan pernah jadi ketua OSIS.
"Jadi, kamu milih yang mana?"
"Entah. Kayaknya, ini deh. Yah, walaupun bukan Matematika yang aku pengen, tapi kayaknya menarik, deh," sambil nunjuk list Fakultas Fisioterapi.
"Eh, Fisioterapi apaan tuh? Baru denger."
"Setelah aku search di go*gle, mirip2 kedokteran gitu, sih. Tapi kurang tahu juga."
Mmm..fisioterapi, ya
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Chit-chat diatas cuma segelintir dari perkenalan Sal dengan Fisioterapi. Dan, akhirnya, Sal cerita juga hubungan antara Sal dengan Fisioterapi hehe karena pasti kalian bertanya2, apakah harmonis? Apakah banyak suka dukanya? Apakah udah ada chemistry diantara kita berdua sejak pertama kali bertatap mata? Lho lho lho kok kayak hubungan ke manusia aja sih😂.
Calm, physiotherapy is not my secret admirer hoho.
Pada mulanya, kata fisioterapi disaat aku menginjak kelas 12 be like apaan tuh baru denger, abu - abu banget gaes wkwk. Taunya ya kalo nyemplung di dunia kesehatan cuma dokter, perawat, bidan, kesmas, gizi, dah. Dan aku yang nggak tau diri, selalu bersikeras pengen jadi dokter (untungnya bukan lagi pengen jadi dokter hewan yg saat SD aku dambakan). Padahal, jika diukur dan di kalkulasikan kemampuan otakku dan duitku, maka aku termasuk orang yang nggak mampu gaes. Keduanya tengah - tengah, sekaligus terengah - engah. Saat aku berada diantara budhe pakdhe om tante paman bibi sodara sepupu, ya mereka mendukung keinginan 'bayangan' ku, sedangkan orangtuaku, yang jadi sumber keuanganku, menolak mentah2 sambil mengibarkan bendera putih. Jadilah aku ikuti kibar bendera putih itu, hehehe.
Tiba masanya ikut-ikut bimbel persiapan SBMPTN yang cuma sebulan, cuma SEBULAN GAES WKWK (karena aku di pondok dan tentu nggak masuk jalur undangan). Aku coba ngukur kemampuan saintek-ku ini cocoknya masuk jurusan apa, plus tanya2 ke kakak pengajar bimbel. Latihan soal dan try out aku trying semua. Waktu itu jamanku belum ada sistem UTBK jadi masih cocoklogi jurusan dengan kalkulasi nilai hasil try out bimbel-an. Mmm, setelah muter2 kurleb 1 jam, sementara aku masih bisa masuk ke jurusan MIPA Fisika, Biologi, dan Teknik Geofisika. Blas ra ono kesehatane je mbak, yo memang hehe. Sebab sudah tercampakkan oleh pendidikan dokter, aku ngambek nggak mau ambil kesehatan.
Lambat laun, semakin menuju ke hari ujian kok nilai2 try out ku makin turun. Totalnya kalo gasalah ada 12 kali try out dan yang ke 12 nilainya mini banget, meruntuhkan jurusan2 MIPA dan memunculkan jurusan pendidikan. Aku sadar kalo aku nggak cocok jadi guru karena nggak bisa galak, agaknya. Tapi, ada satu jurusan yang masih menyelamatkanku dan justru membawaku ke garis pertama yang sempat aku senangi, Kesehatan Masyarakat. Menurutku dia ini nomor dua setelah dokter (kalo perawat dari TK aku sudah menolak mentah2 karena takut jarum suntik).
See, Sal itu aneh. Udah tahu takut jarum suntik kenapa masih maksa pengen jadi dokter?
Rasa optimisku muncul dan pada akhirnya...saat pengisian data untuk ujian SBMPTN aku memilih MIPA Fisika, Pendidikan Biologi, dan Kesehatan Masyarakat. Miris, ya, tetep keras kepala milih Fisika dan Biologi. Dasar aku. Dasar aku yang menolak kenyataan bahwa aku memang nggak ditakdirkan untuk jadi ilmuwan, atau guru, atau duta sosialisasi kesehatan, dan jadilah ketiga2nya mengucapkan, "Maaf, Anda belum beruntung. Jangan berkecil hati, ya", yang membuatku nggak berkecil hati, tapi berkecil nyali.
Pasca kejadian menyakitkan itu, dimanapun aku daftar ujian dan seleksi mandiri, nyaliku ciut. Aku nggak se-PD saat bimbel dan try out dari bimbel-an, belasan kampus menolak keberadaanku di singgasananya. Sampai akhirnya aku masuk jurusan Farmasi di kampus swasta, dengan nilai Kimia ku yang pas-pasan, dan aku masih punya feeling kayaknya aku nggak bakalan jadi apoteker.
Benar, aku ternyata masih nyimpen sisa stok 2 kampus dan dua jurusan, yang satu Gizi satunya lagi Biologi (entah kenapa aku masih kekeuh dengan yang satu ini), dan ternyata Allah emang berkehendak nggak meloloskanku ke Biologi, dan juga ke Gizi. Tapi, salah satu pihak kampus (yg aku masuki jurusan Gizi) menawarkanku seleksi jalur diploma. Aku mengangguk saja saat alm.Ummi ku telepon sambil ngirim list jurusan2 via WA yg bakal aku ambil. Aku ambil 3 dan salah satunya, iya, bener banget, jurusan Fisioterapi yang aku nggak tau nanti belajar apa, but it sound's great mwehehe. Karena itu satu dari dua (satunya keperawatan) yg jalur kesehatan di program Diploma dan aku agak yakin bisa masuk ke Fisioterapi, jadi aku ambil deh.
Finally, aku resmi terpilih dan terjun masuk ke dunia Fisioterapi tepat di tanggal pengumumannya adalah tanggal kelahiranku. Seketika, aku gemetar dan nggak bisa nangis, justru cengar - cengir kayak kuda, 'kok pas banget dapet kado dari Allah langsung! Boom!'. Aku angkat kaki dari Farmasi, dan cao ke Fisioterapi. Bye!
Jadi, apa hikmah yang bisa diambil dari cerita ini? Banyak. Tapi salah satu yang paling penting,
Bahwa Allah itu udah mengatur track yang seharusnya aku jalani. Aku sibuk muter-muter nggak jelas arah dan tujuan. Padahal jauh di dalam hati sesungguhnya aku cuma ingin satu, pengen kuliah di bidang kesehatan yang nggak menguras banyak duit, nggak bawa-bawa jarum suntik, nggak 24 jam on work, dan masih bisa menolong orang lain. Fisioterapi, adalah kurang lebih cocok dengan keinginanku, dan semoga kemampuanku juga, dan, mudah-mudahan Allah rida dengannya menjadi ladang ibadahku selanjutnya.
Dan, aku serta sahabatku jadi partner in crime dari beda civitas, menjadi teman sejawat fisioterapi di hari-hari kedepan, semoga saja.
Don't go away, i'll be right soon👉
Komentar
Posting Komentar