Mari, mari ku ajak kamu flashback ke hari pertama dan hari-hari berikutnya di bulan mulia ini. Sebelum terlambat.
•••••••
Gimana, kamu perlu bahan apa agar ia terasa memanjakan mata dan mengenyangkan hati? Apakah masih kurang di lemari pendingin pikiranmu? Terlalu penuh? Atau sudah cukup?
Oke. Mari kita olah bahan-bahan itu satu per satu. Kayaknya lebih baik kita bagi tugas, kamu bersihkan kotoran-kotoran yang masih tersisa di setiap bahan, aku membagi-baginya dan menyiapkan bumbu agar terasa bermakna. Nggak apa-apa, sedikit dulu, jangan langsung bruk semuanya, oke. Mari kita nikmati hari demi hari untuk mengolah hidangan tersebut, tiap jamnya, tiap pagi, siang, sore, bahkan malamnya.
Kata kamu terlalu menghabiskan waktu? Memang itulah tujuanku. Jangan sampai ada hal lain yang lebih penting ketimbang mempersiapkan hidangan seistimewa ini. Ini spesial, teman. Kapan lagi bisa menikmati mengolah hasil jerih payah para petani ilmu, para penyemai benih iman. Sabar ya, kita harus ekstra sabar, dan syukur, karena masih dijumpai bertemu sama bulan ini, walaupun entah untuk tahun, tahun, dan tahun depannya lagi. Aku nggak tahu.
Satu pekan berlalu, ternyata memang berat, jujur, aku pun merasa begitu. Kamu benar, ini sulit sekali. Berkali-kali mencoba resep, gagal. Bahan-bahan? Beberapa terbuang, agak sia-sia, ya. Sepertinya aku mulai nggak sanggup, apakah aku boleh menyerah?
Tapi kok kamu, yang awalnya cukup banyak mengeluh, ternyata mampu membesarkan hatiku yang kuyu. Kamu bilang, "Gapapa, kalau dirasa berat, inilah yang namanya ujian. Yuk, mulai lagi, semoga pahalanya jadi nambah 2 kali lipat." Tiba-tiba aku seperti dibius rasa semangat, oke, mari kita mulai lagi dari awal. Menyiapkan bahan yang masih teronggok di pojokan.
Dua pekan, tiga pekan, menurutku ini masih berat, tapi nggak se-menyedihkan yang pertama. Aku sepertinya mulai terbiasa, kamu pun demikian. Kamu justru terlihat lebih bersemangat ketimbang aku. Ah, sepertinya aku harus meniru kamu. Tapi, lihat. Sudah separuh jadi lho hidangan ini, dan yang nggak disangka ternyata tetangga sana sini pun mau ikut bahu-membahu membantu mengolah yang tersisa. Kita nggak cuma berdua, bahkan satu kampung ikut menyiapkan. Senangnya. Ini bakal jadi hidangan yang istimewa sekali.
Tinggal 10 hari terakhir, aku kira semuanya bakal kepayahan karena nggak ada berhentinya mengolah bahan jadi hidangan. Tiba-tiba bahuku ditepuk, "Ayo, jangan bengong. Jangan mau kalah sama anak-anak disana," kemudian tangannya menunjuk ke langit. Oh, ternyata anak-anak ini, bahkan nyawanya pun ikut jadi taruhan di Bumi Syam sana. Oke, aku nggak mau kalah, aku juga harus bisa. Ditambah panasnya cuaca yang semakin memperburuk keadaan, aku nggak mau tinggal diam. Kamu juga begitu, bukan. Kita harus sama-sama menyelesaikan ini sebelum tenggat waktu habis.
Tapi di hari berikutnya, dan berikutnya, hujan turun, setelahnya udara jadi sangat sejuk. Matahari memancar namun seperti ada yang menyaring sinarnya agak tak terlalu terik. Bukit-bukit terlihat hijau sepanjang mata memandang, penuh dengan burung-burung yang asyik bertengger dan terbang rendah-rendah. Kalau cuaca sudah enak begini, sepertinya akan cepat selesai. Bahan-bahan pun tinggal sisa sedikit, mulai persiapkan finishing touch, alias sentuhan terakhir, kasih platting warna warni agar terlihat indah kali ya.
Tibalah hari-hari tenggat waktu tiba. Bagaimana menurutmu, sudah bagus? Masih ada yang kurang nggak ya? Aku tahu sih ini memang belum sempurna, tapi setidaknya aku harus menghargai banyak pundak yang bekerja keras menyelesaikan ini. Ada yang berusaha menahan kantuk biar nggak ada yang salah kasih bumbu, ada yang perlu ikut pelatihan khusus karena katanya ini baru kali pertama, ada yang rela mengorbankan harta dan raga yang ia punya karena katanya ini lebih berharga untuk hidupnya.
Jujur, aku belum segigih itu. Kamu pun sangat jauh lebih baik dariku. Tapi aku yakin ini adalah hidangan persembahan terbaik yang pernah kami serahkan. Bukan cuma aku, tapi kamu, dan kita semua. Jelas nggak mungkin aku bisa menyelesaikan ini sendirian, pekan pertama aja aku sudah hampir menyerah, yang kamu pun ikut menguatkanku, lalu ada tangan-tangan ikhlas lainnya yang turut menghambur, bahkan sampai berlomba-lomba siapa yang lebih dulu.
•••••••
Aku terharu sekali. Mengenang semuanya.
Mari, mari kita semua beri sentuhan terakhir, anggaplah ini juga jadi kesempatan terakhir kita untuk menyuguhkan hidangan 'Amal' ini kepada Sang Pemilik Semesta. Agar senantiasa diterima apa-apa yang sudah kami kerjakan, kami serahkan semata-mata mengharap ridho-Nya, Yang Maha Mengampuni kesalahan-kesalahan yang tercetak pada hidangan, lalu membukakan pintu-pintu surga-Nya kepada kami. Sungguh, kami akan sangat bahagia sekali.
Ini lah sentuhan terakhir bernada indah dari kami, untuk-Mu, Wahai Pemilik Ampunan Yang Maha Luas Belas Kasih Mu, Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
"اللّهم إنك عفو كريم تحبّ العفو فاعف عنا "
- Terima kasih Ramadhan dan Syawal, 1444 H-
Komentar
Posting Komentar