Manusia itu kompleks banget untuk soal rasa. Sedih, senang, takut, cemas, marah, khawatir, galau. Ada lagi yang baru, Baper namanya atau kepanjangan dari Bawa Perasaan, hehehe. Macem-macem aja deh. Tapi yang jadi pertanyaan adalah, kenapa emosi itu sering dikait-kaitkan dengan marah? yang lainnya, bukan emosi kah?
Kalau dulu semasa TK saat ikut tes kecerdasan, ada yang namanya IQ sama EI, IQ (Intelligence Quotient) itu buat kecerdasan matematis, dan EI (Emotional Intelligence) itu buat kecerdasan emosional. Seingatku EI itu sendiri dibagi lima kemampuan : kemampuan diri, kontrol diri, kemampuan sosial, empati, dan motivasi. Dan dari kelima ini, rasa marah termasuk hal yang semestinya mampu di kontrol oleh diri sendiri, dan hanya satu dari banyaknya perasaan-perasaan lain.
Sayangnya, kebanyakan manusia nggak gitu. Yang pada akhirnya malah salah kiat dan berusaha untuk menghilangkan akal sehat, melayangkan banyak korban, lalu berujung melayangkan diri sendiri sebab nggak tahan lagi buat hidup.
Sebenernya, faktor yang paling nge-ganggu manusia cuma satu, sih. Setan atau iblis, tuh emang dari dulu paling seneng kalo manusia sedang menghanyutkan terlalu dalam perasaannya, apalagi kalo lagi marah. Seakan-akan cuma itu satu-satunya jalan untuk melampiaskan satu hasrat dari dirinya. Bagus, sih, karena salah satu emosionalnya aktif bekerja dengan sangat baik. Saat kesal tentu yang paling tepat adalah mengutarakan rasa marah. Namun, setan menghembuskan banyak-banyak perasaan buruk lainnya, mengakibatkan seseorang baru tersadar setelah beragam kejadian buruk telah selesai mengerumuni tubuh bahkan mencoreng namanya, "Apa yang baru aja gue lakukan?!"
Bisikkan maut adalah main ingredient untuk melancarkan rencana2 jahat a la setan. Sebuah skill terbaik setan untuk menggoda manusia. Tahu sendiri, kan, biasanya disaat kita lagi kecewa berat sama temen yang udah kita pegang banget janjinya, yang ternyata dia dengan gampangnya berkhianat, membocorkan satu rahasia yang mungkin itu aib bagi kita. Kita akan kecewa, marah, dan mulailah bisikkan hati, yang seringkali kita menganggapnya, membawa kita kepada dendam kesumat hingga tujuh turunan. Padahal, setanlah yang membesar-besarkan perkara, dan membuat kita, sebagai muslim jadi diem-dieman sama saudara muslim kita sendiri. Astaghfirullah.
Nggak cuma marah, sih, perasaan lainnya juga begitu jika itu berlebihan. Ambil contoh dari sedih, kita mungkin pada awalnya merasa sedih, oke, sangat benar kalau kita sedang kehilangan seseorang yang kita cintai kita merasa sedih, itu wajar. Namun, kalau kita nggak terlalu meratapi kesedihan itu, dan kita segera memohon ampunan ke Dzat Yang Maha Pengampun, lalu mendoakan kebaikan untuk orang yang kita cintai, semuanya bakal jadi pahala yang menambahkan kedudukan kita di akhirat nanti. Simpel, bukan?
Intinya, belajar mengontrol diri dalam merasakan emosional ternyata penting juga. Dan sayangnya itu baru aku sadari baru-baru ini, sejujurnya. Bahwa berangkat dari sana, membuat kita menjadi lebih sabar menghadapi masalah, membuat kita berpikir lagi dan lagi dalam mengambil keputusan dan tindakan, ibarat main catur, kita jadi sangaaatt berhati-hati dan teliti kalau pion yang kita mainkan melangkah kesini, apa yang bakal terjadi? Apa akibatnya? Apakah justru itu akan membuat kita terpojok dan kalah, atau justru menaklukkan raja dan menang?
Cuma Tuhan yang tahu akibatnya, dan kita sendiri yang berperan untuk melakukan proses sebab-akibat tsb. Maka, ikuti aja maunya Tuhan, ambillah langkah-langkah dengan ujung jalan kebaikan, dan semoga,
Itu menyelamatkanmu, terutama saat nanti, saat hari perhitungan itu tiba.
-Sal
Komentar
Posting Komentar