Menjelang datangnya bulan ramadhan, qodarullah wa maa syaa'a fa'alaha, aku sedang ditimpa musibah kecelakaan motor. Bagian kanan tubuhku terdapat luka-luka yang cukup berat. Dengan kata lain aku harus total istirahat minimal dua pekan (maksimal nggak tau tapi nggak mau lama2) tanpa bisa wara wiri seperti biasanya.
Selama dua pekan (mungkin lebih) di rumah, dalam posisi yang nggak jauh-jauh dari duduk dan berbaring, aku hanya bisa menatap lamat-lamat luka-luka yang menempel di tubuh. Sebetulnya ini kecelakaan tunggal alias jatuh sendiri karena aku yang teledor memaksimalkan kecepatan di tikungan jalan yang lumayan tajam😅. Walhasil, beginilah akhirnya.
Sempat terbesit di pikiranku segala bentuk penyesalan-penyesalan, "Coba aja aku nggak ngebut, mungkin nggak akan begini jadinya," "Kenapa sih harus aku yang jatuh, bukan orang lain aja," bahkan sampai menyalahkan aturan jalan seenaknya, "Gara-gara jalannya sih kenapa belokkannya tajem banget😤." Ada yang begini juga?? Berarti kita masih satu spesies, kawan, sama-sama manusia yang mudaahhh sekali dihasut setan😂.
Setan itu pinter banget, kawan. Jujur aku salut banget dengan kepiawaiannya, selalu tipis-tipis membisikkan hal-hal yang sebetulnya sudah jadi takdir dari Allah, biar aku selalu sama apa-apa yang melalaikanku selama aku bepergian.
"HambaKu, kamu selalu terburu-buru melakukan sesuatu, pikiranmu bukan lagi mengingatKu untuk melindungimu dari segala musibah saat kamu dalam perjalanan, apakah kamu nggak butuh jaminan dan pertolongan dari Aku lagi?"
That's a poin! Allah menegurku lewat musibah yang sebab aku sendiri lalai dariNya. Lalu setan dengan gampangnya masuk ke pikiranku untuk terus menerus menyalahkan keadaan. Terus dapet apa? Dosa? ya jelas. Sebab aku nggak secepatnya mendulang pahala lewat sabar dan syukur yang seharusnya aku lakukan.
Astaghfirullah.
Lalu keesokan harinya, aku mendengar kisah yang sudah familiar di telinga kita semua. Kisah Nabi Ayyub 'alaihissalam, yang sama Allah diuji sakit lebih berat dari semua manusia di bumi pada masanya, atau bisa jadi sampai di masa sekarang. Yang selama 10 tahun sakit sampai istri-istrinya pergi ninggalin karena jenuh nggak sembuh-sembuh, yang juga diuji dengan kematian anak-anaknya (sebelum Nabi Ayyub sakit), tapi selama itu pula hanya rasa sabar dan rasa syukur yang Ia tanamkan.
"Aku sudah hidup dengan sehat selama 70 tahun, dan aku tidak mengapa diberi sakit yang lamanya baru 10 tahun, belum ada separuhnya dari masa sehatku," Ya Allah:"))
It's a real 'Berteman dengan Sakit' with Sabar and Syukur
Bahkan setan yang tadi aku puji kehebatannya, kena mental karena udah nggak tau lagi mau kasih godaan ke Nabi Ayyub yang level berapa, karena semua level sudah dimenangkan Nabi Ayyub, dan jelas akhirnya setan kalah telak dan pontang-panting mengadu ke Allah,
"Ya Allah, aku sudah nggak sanggup lagi menggoda hambaMu yang satu ini. Masa suatu hari aku mengganggunya dengan sakit yang sampai lukanya disedot banyak lintah, tapi dia balikin lagi lintahnya ke tempat luka-luka kalo lintahnya jatuh. Dia jelas bukan manusia biasa, Ya Allah, dia manusia super yang nggak kaleng-kaleng, no debat."
Setan Lose!
Dan aku pun kalah juga sama Nabi Ayyub. Tapi setelah menyimak kisah tadi kayak ada energi yang masuk ke tubuh, menyebar ke otak dan panca indera, terus masuk ke dalam hati. Jleb! Aku malu, sangat-sangat malu sebagai sesama manusia dengan Nabi Ayyub.
Cuplikan kisah yang penuh hikmah dan superpower tadi menjadi kesadaran buatku dan buat kita semua, bahwa ada taktik yang manjur supaya setan bisa lemes karena kalah, juga ber-legowo alias lapang dada dengan rasa sakit. Ya gitu, asalkan bisa meneladani akhlak terpujinya Nabi Ayyub 'alaihissalam :)
~Marhaban Ya Ramadhan 1443
Komentar
Posting Komentar